Senin, 14 Juni 2010

Siaran, Sarana Galang Dana Swadaya

Suhendi memulai "siaran"-nya guna menggalang dana rehab rumah [Dok. Heroe k., PNPM Mandiri Perkotaan]“Bu, saya berangkat siaran dulu ya, doain mudah-mudahan dapat sumbangan banyak pagi ini, supaya bisa secepatnya membangun rumah Ibu Mawar,” kata Suhandi kepada istrinya, pada Sabtu pagi, 1 Mei 2010.

Pagi cerah, sekitar pukul 09 itu, Suhandi (60 tahun) memulai tugas perdananya untuk siaran di lokasi pertigaan jalan RT 005/03 Desa Susukan, Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bermodalkan sound system sederhana pinjaman dari Musala Hidayatullah, dia pun mulai berhalo-halo.

“Bapak, ibu warga RW 03, RW 04 dan sekitarnya yang saya hormati, marilah kita bersama-sama membantu pembangunan rumah Ibu Mawar. Sumbangan yang bapak-ibu berikan amat membantu. Ayo mari kita berlomba berbuat kebajikan. Semoga amal bapak ibu mendapat balasan dari Allah, SWT. Amiin,” seru Suhendi berulang-ulang.

Suara lantang Suhendi yang bergema ke seluruh pelosok desa cukup menarik perhatian warga sekitarnya. Mereka mulai keluar rumah guna menonton dan mencari informasi. Ada pula yang berdatangan dan memasukan sumbangan ke dalam kardus yang memang sudah disiapkan sebelumnya.

Cara unik yang biasa dilakukan oleh warga Kecamatan Bojong Gede ini, antara lain diperuntukkan bagi pembangunan mesjid dan rehab/pembangunan jalan desa. Saat ini warga RT 005/03 Desa Susukan melakukannya untuk rehab total bagi rumah tidak layak huni milik seorang warga miskin.

Melalui musyawarah warga setempat sepakat memutuskan secepatnya merehab rumah salah seorang warganya yang sudah amat memprihatinkan kondisinya itu. Kemudian dibentuk suatu kepanitiaan yang diketuai H.Kartim, Sekretaris Ojeg Guru, Sukatma sebagai bendahara, Suhendi sebagai pelaksana pekerjaan, serta Ketua KSM Lingkungan Manunggal Sejati sekaligus Ketua RT 005/03 sebagai penanggungjawabnya.

Rumah keluarga Mawar yang tengah direhab [Dok. Heroe k., PNPM Mandiri Perkotaan]Rumah reyot berdinding bilik ini dihuni janda miskin bernama Mawar (58 tahun) dan dua anak dan dua cucunya. Sementara, dua anak lainnya mengontrak rumah dan ikut mertuanya. Suami Mawar, Zaelani wafat pada tahun 2007 dalam usia 50 tahun, meninggalkan empat orang anak yang sudah dewasa. Anak-anak mereka sudah bekerja, antara lain sebagai pembantu rumah tangga. Ada pula yang bekerja sebagai tenaga cleaning service.

“Rumah ini dibangun suami saya pada tahun 1982, jadi sudah 18 tahun yang lalu dan belum pernah direhab. Sejak lama kami merasakan kecemasan di saat hujan dan angin datang. Dinding bilik bergoyang, genting berjatuhan, balok atas pun patah. Disaat seperti itu, kami terpaksa mengungsi, karena takut tertimpa bangunan. Secara darurat seringkali tetangga sekitar membantu memperbaiki yang rusak,” keluh Mawar.

Menurut dia, sejak beberapa tahun terakhir, dia bersama-sama anak-anaknya menabung guna memperbaiki bangunan rumah, dan kini sudah terkumpul Rp4,5 juta. “Bila tidak ada bantuan dari warga, entah sampai kapan kami baru bisa perbaikan rumah. Kami amat terharu, senang, serta amat berterima kasih atas inisiatif tetangga, semoga amal baik yang diberikan mendapat balasan dari-Nya. Amin,” tutur Mawar.

Berdasarkan informasi dari Ketua KSM Manunggal Sejati Slamet (40 tahun), rumah seluas 54 meter milik Mawar adalah tanah warisan dari orangtuanya, hasil penetapan hibah tahun 2009. “Sebenarnya sudah lama kami terketuk hati untuk mebantu perbaikan rumahnya, namun saat itu belum ada kepastian tentang status kepemilikan. Nah, setelah Ibu Mawar mendapat hibahnya, barulah kami bergerak. Kepala desa juga sudah mendukung,” ujar Slamet.

Menurutnya modal awal rehab total ini sebesar Rp5,5 juta. Rp1 juta dari donatur, dan Rp4,5 juta dari tabungan pemilik rumah sendiri. “Diperkirakan total biaya rumah ini mencapai Rp21,6 juta. Diharapkan, sumbangan warga dan hasil proposal yang diedarkan warga ke tempat kerjanya masing-masing bisa mencukupi. Saat ini pekerjaan sudah dimulai dengan pembangunan pondasi, dan dikerjakan oleh dua tukang dari warga setempat,” jelas Slamet.

Proses pengerjaan rehab rumah. Tukang yang mengerjakan bangunan bersifat relawan. Meski mendapat bayaran Rp20.000-an sehari, mereka malah sering mengeluarkan uang sendiri untuk membantu membayar material [Dok. Heroe k., PNPM Mandiri Perkotaan]Tentang tukang, kata Suhendi, sifatnya sebagai relawan. “Mereka tidak dibayar seperti tukang profesional, melainkan seadanya. Berkisar Rp20-30 ribu per hari, bahkan kadang mereka sumbangkan kembali untuk membeli material. Sedangkan dari hasil siaran dan peredaran proposal, kami lakukan secara transparan agar tidak ada kecurigaan di antara kami,” tegas tokoh masyarakat yang berkiprah di desa itu sejak tahun 1970.

Lebih jauh, Suhendi dan Slamet menjelaskan, di tahun 2005 warga setempat berhasil merehab rumah warga miskin lainnya, yaitu rumah Ibu Wasidah. “Saat itu terkumpul sumbangan sebesar Rp23 juta hanya dalam kurun tiga minggu. Karena itu kami sangat optimis untuk rehab rumah Ibu Mawar. Swadaya untuk berbagai macam kegiatan sosial sudah sering kami lakukan, dan Alhamdulillah semuanya berhasil,” ujar keduanya.

Masih soal swadaya masyarakat, menurut Suhendi dan Slamet, pada awal Januari 2010, saat masyarakat membangun jalan beton setapak di wilayah RW 03 dan 04, swadaya yang terserap hampir 100%.

“BLM yang kami terima sebesar Rp17.999.000, sedangkan swadaya nya sebesar Rp14.300.000. Keberhasilan swadaya ini sudah terbangun sejak lama, ikatan sosial antarmasyarakat telah terbangun. Oleh karena itu, kaitannya dengan rehab total untuk rumah Ibu Mawar, kami tiada keraguan. Optimis insya Allah akan berhasil. Mohon doanya,” ujar mereka. (heroe k., PNPM Mandiri Perkotaan; Firstavina)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar